22 September 2008

AMALIYAH BULANAN RAMADHAN 1429 H

Bulan Ramadhan tetap ada manaqib. Karena, kita adalah ikhwan. Kalau bukan, tentu saja, boleh tidak mengamalkan amaliyah bulanan itu. Buktinya, pada minggu ke-lima atau detik-detik mendekati lebaran, para ikhwan tetap berkumpul di Mushalla sohibul MANFAAT.

Yang berbeda, sudah pasti waktu penyelenggaraannya. Bila biasanya acara itu digelar pagi hari, maka kali ini sore hari seusai shalat ashar. Bila di bulan-bulan ada acara makan siang, maka kali ini, buka puasa bersama. Meski begitu, jangan tanyakan suasana hati para akhwah yang mengikuti acara. Suka cita nan tiada tara!

Sejak siang mereka telah berdatangan. Setelah itu mereka mengikuti acara demi acara dengan khusyu. Seakan tidak ada rasa lapar atau haus di dalam lingkungan mushalla. "Karena, kita bukan lagi berpuasa secara raga. Tapi, khatirnya juga," kata Ustadz M. Siradjuddin Ruyani, wakil talqin wilayah Tangerang dalam tausyiahnya.

Dikatakannya, puasa yang hanya menahan nafsu lahiriah masih tingkatan pemula alias sekolah dasar. "Bagi kita tiada lain, dengan melipatgandakan amaliyah kita dibandingkan bulan-bulan kemarin. Jangan berhitungan soal kapan datangnya malam lailatul qadar. Amalkan saja. Entah adanya di malam 17, 19, 21, atau 29. Pokoknya, amalkan," katanya.

Pada kenyataannya, manaqiban di malam ke-29 Ramadhan itu jadi bekal untuk memasuki malam ganjil nan dinanti-nanti itu. Para akhawah sepakat, malam lailatul qadar akan tiba kapan saja, tanpa tergantung ganjil atau genapnya tanggal.

"Untuk level kita, berharap saja terserempet. Jangan, berharap ditabrak. Karena, iman kita kan belum seberapa. Bila terserempet saja, maka hasilnya akan dilihat pada penampakan praktik-praktik amaliyah kita. Semakin semangat, semakin ikhlas, semakin ridha, dan semakin merasa tidak memiliki apa-apa di hadapanNya," kata Ustadz Sirod -- panggilan wakil talqin itu.[]

SHALAT LAILATUL QADR


Memasuki malama-malam lailatul qadr, akhwah Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah mendapat tugas khusus untuk mengamalkan SHALAT LAILATUL QADR sebanyak dua rakaat sebelum tidur. Atau, setelah melaksanakan shalat-shalat sunnah rutin; shalat mutlaq, shalat istikharah, shalat hajat, dan shalat tasbih.


“Rakaat pertama membaca surat Al Fatihah dan At Takatsur. Sedangkan rakaat kedua membaca surat Al Fatihah dan Al Ikhlas tiga kali,” kata Ustadz M. Siradjudin Ruyani, seusai memimpin shalat tarawih. Di malam ke-23 Ramadhan itu, ia tidak melakukan shalat witir berjamaah. Tapi, ia menyarankan kepada para jemaah untuk melaksanakannnya di rumah. Artinya, setelah melaksanakan shalat malam, seperti shalat tahajut, hajat, dan tasbih.

Khusus untuk shalat sebelum tidur, ia meminta untuk memasukkan shalat lailatul qadr dalam rangkaian shalat sunnah rutin lainnya.[]

SHALAT BIRRUL WALIDAIN


وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan Kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yanq bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua ibu bapakmu, hanya kepadaKu lah kembalimu” (Q.S. Luqman: 14)

Diriwayatkan Abu Abdurrahman Abdullah ibnu Mas’ud RA:

Aku bertanya kepada Nabi SAW, “Apa amalan yang paling disukai oleh Allah SWT?”

Beliau menjawab, “Shalat tepat pada waktunya.”

Aku bertanya lagi, “Kemudian apa?”

Beliau menjawab, “Birrul walidain.”

Kemudian aku bertanya lagi, “Seterusnya apa?”

Beliau menjawab, “Jihad fi sabilillah.”

Birrul walidain terdiri dari kata al birrul artinya kebajikan dan al walidain artinya dua orang tua atau ayah bunda. Maka, birrul walidain maknanya berbuat kebajikan kepada kedua orangtua atau berbuat ihsan sesuai dengan perintah Allah SWT dalam surah Al Ahqaf ayat 15, “Kami wajibkan kepada umat manusia supaya berbuat kebaikan (ihsan) kepada dua orang ayah bundanya”.

Sahabat Abu Umamah RA mengisahkan, seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai peranan kedua orang tua dan dijawab, “Mereka (kedua orang tua) adalah yang menyebabkan surgamu atau nerakamu.” (HR. Ibnu Majah).

Ketika Muawiyah ibnu Jahimah mendatangi Rasulullah SAW untuk memohon, agar ia dapat ikut berjihad bersama beliau ke medan juang. Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Apakah ibunya masih hidup?”

Muawiyah rnenjawab bahwa ibunya masih hidup. Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Kembalilah ke rumah dan layani ibumu, karena sorga berada di bawah telapak kakinya” (HR. lbnu Majah dan Nasa’i)

Di antara perintah Allah mengenai birrul walidain terdapat dalam surah Al Isra’ ayat 23 –24. Bila diperhatikan firman Allah dalam ayat ini dapat diambil beberapa hal pokok. Pertama, hak dan kedudukan orang tua (ayah bunda) di dalam Islam memiliki kedudukan yang mulia, langsung berada di bawah hak-hak Allah SWT. Al Qur’an berulang kali memerintahkan berperilaku menyenangkan, patuh, dan berbakti kepada ayah bunda.

Selanjutnya, apabila kedua ayah bunda sudah berusia lanjut, sikap dan perasaan mereka cepat berubah, seperti menjadi mudah tersinggung, suka marah dan cepat bersedih hati, karena ketuaan usia mereka. Maka kepada anak-anak mereka diperintahkan, agar melihat perubahan perilaku ayah bunda itu sebagai suatu yang lumrah dan mesti diterima dengan selalu menampakkan rasa kasih sayang yang tulus.

Birrul walidain menempati kedudukan istemewa dalam ajaran Islam. Perintah ihsan kepada ayah bunda ditempatkan oleh Allah SWT di dalam Al Qur’an sesudah perintah beribadah kepada Allah dan sesudah larangan menyekutukan-Nya. “Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan esuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak wabil waalidaini ihsanan… (Q.S. An Al Isra’: 36)

Allah telah menetapkan perintah berterima kasih kepada ayah bunda sesudah perintah bersyukur kepada Allah SWT. “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. (Q.S. Luqman:14)

Kemudian, Baginda Rasulullah SAW mengaitkan keridhaan Allah SWT bertalian dengan keridhaan ayah bunda, sesuai sabda beliau, “Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orangtua, dan kemarahan Rabb (Allah) ada pada kemarahan orang tua” (HR. At Tirmidzi). Demikian pula, Rasulullah SAW meletakkan ‘uququl walidain (durhaka kepada dua orang ibu bapak) sebagai dosa besar sesudah al isyraaku billah (syirik).

Maka di dalam mengamalkan ibadah-ibadah di dalam bulan Ramadhan khususnya, dan juga pada setiap saat, janganlah dilalaikan untuk berdoa bagi keselamatan dan kesejahteraan kedua ayah bunda, agar Allah SWT menurunkan rahmatnya untuk kita semua.

Khusus untuk akhwah Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyah memiliki ciri tersendiri untuk menunjukkan sikap berbakti kepada orangtua. Pada fase maghfiroh di bulan Ramadhan ini, mereka dituntut melaknakan SHALAT BIRRUL WALIDAIN sebanyak dua rakaat ba’da shalat maghrib. Rakaat pertama membaca surat Al Fatihah dan Al Qadr. Sedangkan rakaat kedua membaca surat Al Fatihah dan Al Ikhlas.[]