26 Juni 2009

WE ARE A BIG FAMILY

Saat keluarga besar sohibul MANFAAT melepaskan Ustadz Sirod ke Tanah Suci.
Haru bercampur suka cita. Subhanallah.


Awal Juni lalu seorang ikhwan mendapat musibah. Motor yang ditumpanginya bersama istri dan anaknya terbalik di kawasan Slipi, Jakarta Barat, lantaran ia melindas separator busway. Kaki sang ikhwan patah. Bahkan, cenderung remuk. Dan atas inisiatif para joki, ia dilarikan ke balai pengobatan.

Istri sang ikhwan yang panik tidak bisa berbuat banyak. Lalu, ia meminta joki yang mengantarnya untuk menelpon Ustadz Sirod -- pemimpin Majelis Dzikir sohibul MANFAAT. Kegemparan terjadi di kawasan Mataram Dalam. Mereka tidak menduga sang ikhwan terkena musibah.

Tanpa banyak ceritam Ustadz Sirod dan sejumlah ikhwan mengejar ikhwan yang terkena musibah. Selain menyelamatkan motor yang ikut remuk dan mengangkutnya ke mobil losbak, para ikhwan juga menjemput ikhwan yang terkena musibah dengan mobil lain. Subhanallah, begitu luar biasa rajutan kebersamaan di tempat ini.

Cerita tentang kebersamaan memang mutlak ada di sohibul MANFAAT. Para ikhwan dari mana pun biasa membaur dalam suasana apa pun. Bukan hanya saat mereka melaksanakan amaliyah harian, mingguan, atau bulanan. Tapi, di berbagai kesempatan. Semuanya biasa datang tanpa mengemeng-emeng gelar, jabatan di kantor, dan simbol-simbol duniawi lain. Selain itu, mereka juga datang niat mencari untung dan mencuri kesempatan. Ah, luar biasa lurusnya.

Gambaran kecintaan antara guru dan murid terekam begitu bersahaja di tempat ini. Bukti paling nyata adalah ketika Ustadz Sirod meninggalkan tanah air untuk beribadah haji. Acara pelepasan mengalir tanpa "rundown" yang jelas, tapi penuh keharuan dan suka cita. Hal ini seakan menjadi bukti, Ustadz Sirod bukan hanya miliki keluarganya, tapi para ikhwan lain. Sehingga, tanpa sadar, masing-masing ikhwan telah bersalaman -- untuk berpamitan -- hingga berkali-kali!

Kebersamaan yang tanpa pamrih, tanpa berniat menuai keuntungan, semata-mata ingin belajar mencintai guru, sama-sama belajar mendekati Allah SWT, mengalir dengan deras. Kami tidak pernah berpikir tentang Memorandum of Understanding (MOU), perjanjian ini-itu, ikatan gono-gini, atau istilah-istilah bisnis lainnya. Tapi, sekali lagi, karena kami merupakan A BIG FAMILY! Sebuah keluarga besar!

Semoga Allah SWT memelihara kebersamaan dan pelajaran kerukunan ini. Amien.[]

31 Mei 2009

HIKMAH MANKOBAH JUMADIL AWAL 1439 HIJRIAH

Mankobah kali ini mengurai kisah Syekh Ahmad Kanji saat menerima mahkota dan sorban kesufian dari Syekh Abdul Qadir Jailani QS. Diriwayatkan, saat Syekh Ahmad Kanji berwudhi terlintas bayangan kelompok tarekat Syekh Abdul Qadir Jailani QS yang lebih disukai kelompok tarekat lain. Guru Syekh Ahmad Kanji, Syekh Abi Ishak Maghribi, mengetahui hal itu.

"Apa kau mengetahui kedudukan Syekh Abdul Qadir Jailani QS?" tanya sang guru.


"Tidak tahu," kata Syekh Ahmad Kanji.


"Perlu diketahui, Syekh Abdul Qadir Jailani QS memiliki dua belas sifat-siat kemuliaan. Kalau lautan dijadikan tintanya dan pepohonan dijadikan penanya, serta manusia, malaikat, dan jin, menjadi penulisnya, maka tidak akan mampu menuliskan sifat-sifat jatidiri beliau."


Mendengar uraian itu, kecintaan Syekh Ahmad Kanji kepada Syekh Abdul Qadir Jailani QS makin menggelora seraya berbisik dalam hati, "Salah satu harapanku, jangan dahulu aku meninggal dunia sebelum aku mendalami dan mengamalkan tarekatnya."


Dengan kemauan keras, ia meninggalkan Baghdad. Setibanya di wilayah Ajmir, ia mengambil wudhu di sebuah sungai di kaki gunung. Angin sepoi-sepoi membelai tubuhnya hingga membuatnya terlena dan tertidur. Dalam keadaan tidur, Syekh Ahmad Kanji bermimpi didatangi oleh Syekh Abdul Qadir Jailani QS, yang membawa mahkota merah dan sorban hijau.


Syekh Ahmad Kanji berdiri menghormat. Lalu, Syekh Abdul Qadir Jailani QS memintanya mendekat dan mengenakan mahkota merah dan sorban hijau di kepalanya, seraya berkata, "Wahai Ahmad Kanji, sekarang kamu sudah menjadi muridku, menjadi anakku, sekaligus menjadi Rijalullah (Pahlawan Allah)."


Tiba-tiba Syekh Abdul Qadir Jailani QS menghilangdari pandangannya, dan Syekh Ahmad Kanji terbangun dari tidurnya. Anehnya, mahkota merah dan sorban hijau sudah terpasang di atas kepalanya. Ia pun langsung bersujud syukur atas nikmat Allah Swt yang telah didapatnya.


"Mahkota merah dan sorban hijau adalah hirkoh kemuliaan dan keberkahan bagimu dan kamu sangat dikasihi Syekh Abdul Qadir Jailani QS. Kamu sekarang menjadi wali utama," kata syekh Abi Ishak Maghribi.


Diriwayatkan pula, setelah mendapay mahkota merah dan sorban hijau, Syekh Ahmad Kanji masih mencari kayu bakar untuk memasak nasi dan roti bagi fakir miskin. Padahal, gurunya sudah melarang. Keanehan terjadi. Sepanjang perjalanan, kayu tidak menempel di atas kepala yang telah dibalut sorban hijau dan mahkota merah. Kayu itu melayang-layang.


"Mahkota merah adalah simbol dzikir jahar dan sorban hijau adalah simbol dzikir khofi," jelas KHM Siradjuddin Ruyani, seusai pembacaan mankobah pada amaliyah manakiban di Mushalla Sohibul Manfaat, 26 Mei lalu. "Karena itu, beruntungnlah para ikhwan yang telah mendapat talqin dzikir jahar dan dzikir khofi. Karena sama artinya, kita juga mencoba mendapat mahkota merah dan sorban hijau itu."


Tentang kayu yang melayang-layang di atas kepala Syekh Ahmad Kanji, Ustadz Sirod -- begitu Wakil Talqin TQN wilayah Tangerang itu dipanggil -- menyebutnya sebagai istiqomah menjaga kesucian dzikir jahar dan dzikir khofi. "Orang yang sudah ditalqin harus menjaga jarak dengan berbagai hal yang merugikan amaliyahnya."


Sekitar 200 ikhwan yang memadai mushalla diam terpaku, menyimak khusyu, dan mencoba meraih mutiara amaliyah manakiban kali ini. Subhanallah.[]

10 Mei 2009

SHALAT, DI MANA PUN









Pray, pray, just pray... This is a vehicle to see our God.

26 April 2009

PERCIKAN MUTIARA

"Amalkan seluruh ajaran dengan kesungguhan. Yakinlah bahwa Tuan Syekh Abdul Qadir Al Jailani QS bersama kita. Maka, kita akan merasakan kenikmatan yang luar biasa dan lupa akan segala ujian yang terus mendera kita."
(KH Amin Abdullah)

"Cobalah untuk bertawadhu atau rendah hati. Kalau takabur sih gampang. Kagak pake sekolah. Prilaku ikhwan yang bertarekat adalah bertawadhu. Ingat apa-apa yang disampaikan dalam tanbih."
(KH Muhammad Soleh)

"Saya pernah mendalami banyak ilmu hikmah dan menjadi tersesat. Tapi, berkat tarekat saya kembali ke jalanNya. Percayalah, seluruh ajaran tarekat ini akan menjadi juru selamat kehidupan kita. Karena itu, amalkan sa enya-enyana seluruh ajaran dari Guru Mursyid."
(Kiai Kholil Syaid)

AMALIYAH BULANAN ROBIUL AKHIR 1430 HIJRIAH

KHM Siradjuddin Ruyani, KHM soleh, Kiai Kholil Syaid, dan KH amin Abdullah.

Apa jadinya kalau "Empat Pendekar" sebuah aliran tarekat berkumpul menjadi satu? Seru, pastinya. Dan beruntunglah para ikhwan di wilayahTangerang, khususnya warga Majelis Dzikir sohibul MANFAAT, karena mereka mendapatkan keempat pendekar itu dalam amaliyah manakiban di mushalla sohibul MANFAAT, Minggu (26/04) lalu. Maka, KH Amin Abdullah, KH Muhammad Soleh, KHM Siradjuddin Ruyani, dan Kiai Kholil Syaid, bukan hanya mengawal amaliyah bulanan itu, tapi sekaligus menjadi petugasnya.

Serius mengikuti tausyiah dari Wakil Talqin.

Wakil Talqin senior dari Cilegon, Banten, KH Amin Abdullah kebagian membaca tanbih. Wakil Talqin dari Ciomas Kiai Kholil Syaid mendapat jatah membaca ayat-ayat Al Qur'an. KH Muhammad Soleh yang Wakil Talqin dari Jakarta Barat memimpin pembacaan tawassul. Sedangkan shohibul bait alias tuan rumah, yakni KHM Siradjudiin Ruyani, menjadi master ceremony.

Silaturahim ba'da manakiban. Antre hingga masuk ke dalam rumah Wakil Talqin dan memutari halaman mushalla. Subhanallah.

Boleh percaya boleh tidak, atmosfir amaliyah bulanan kali ini memang luar biasa. Puluhan ikhawan yang memadati dalam dan halaman mushalla larut dalam keheningan. Asyik dalam tawajuh. Dan, terus mengumandangkan dzikir khofi di dalam hati. Setelah, ketiga Wakil Talqin itu pun menyampaikan mutiara-mutiaranya dalam tausyiah ba'da manakiban.

Mankobah Syekh Abdul Qadir Al Jailani QS kali ini mengurai wasiat Sang Sutlhona Awliya kepada anak-anaknya. []

19 April 2009

DOA SYEKH ABDUL QADIR AL JAILANI QS

Almuhitur robbus syahidul habbiful fa’alul khollaqul bariul mushowwir”.

Ketika masih aktif di sebuah padepokan spiritual beberapa tahun yang lewat, saya pernah mendapatkan versi lain dari doa di atas. Waktu itu, saya dan murid-murid lainnya patuh dan tunduk untuk menzikirnya selama tujuh malam dengan hitungan tertentu. Lalu, mengulangnya juga selama tujuh malam, ketika dihadapkan sebuah persoalan.


Saya sempat terkejut juga ketika doa itu berada dalam uraian mankobah ketujuh, yang membahas kebiasaan Syekh Abdul Qadir Al Jailani QS melewati malam-malam indahnya hingga datangnya subuh. Tentunya, dengan shalat, zikir, dan berdoa. Salah satunya doanya, ya seperti yang dituliskan di atas. Bahkan dalam mankobah itu juga dipaparkan karomah yang disaksikan Syekh Abu Abdillah Muhammad Al Hirowi.


Boleh percaya boleh tidak, saya juga pernah merasakan keluarbiasaan doa itu di masa dulu. Ya, ketika syahwat masih melimpah. Sekarang? Kenikamatannya berbeda. Dan saya yakin, para ikhawan sangat paham kenikmatan yang saya maksud. Subhanallah.[]

HIKMAH MANKOBAH ROBIUL AWAL 1430 HIJRIAH

"'Sesungguhnya syahwat-syahwat itu adalah (milik) hamba-hambaKu yang lemah untuk mrnunjang berbuat taat. Ada pun orang-orang yang kuat itu seharusnya tidak memiliki syahwat'".

Ilham di atas didapatkan Syekh Abdul Qadir Al Jailani QS saat menerima pundi-pundi dirham dari seseorang. Awalnya, Syekh menerima pemberian itu sebagaimana layaknya rezeki halal. Sehingga tidak perlu merasa ragu untuk menikmatinya. Tapi bagi Syekh, pesan tertulis yang ditemukan di dalam pundi itu merupakan pesan yang harus dpatuhi. Terlebih, ketika seseorang benar-benar istiqomah untuk berdekatan denganNya.

Sejak itu Syekh benar-benar hidup dalam kesederhanaan yang teramat-sangat. Beliau makan sekedarnya, tanpa memilih menu-menu penggoda air liur. Bahkan tidak terlalu kenyang. Karena, beliau khawatir melanggarkan amanah untuk menjaga syahwat atau keinginan duniawi. Jangan berpikir Syekh hidup dalam kekurangan. Karena, sesungguhnya ia hidup dalam kondisi ekonomi berkecukupan. Itulah tekad berzuhud!


Mankobah kelima di atas disampaikan dalam acara manaqiban bulan Robiul Awal kemarin. Meski tidak terlalu panjang, tapi cerita menyimpan energi dan kekuatan yang teramat dasyat untuk menjaga perjalanan para salik. Zuhud adalah maqom kesekian yang harus dijalani mukmin yang berdekatan dengan Allah SWT setelah menikmati indahnya tobat, sabar, syukur, ridha, dan ikhlas. Kalau ingin perjalanan itu mulus untuk meraih mahabbahNya, maka maqom tersebut mutlak harus dijalani secara istiqomah.[]