19 April 2009

DOA SYEKH ABDUL QADIR AL JAILANI QS

Almuhitur robbus syahidul habbiful fa’alul khollaqul bariul mushowwir”.

Ketika masih aktif di sebuah padepokan spiritual beberapa tahun yang lewat, saya pernah mendapatkan versi lain dari doa di atas. Waktu itu, saya dan murid-murid lainnya patuh dan tunduk untuk menzikirnya selama tujuh malam dengan hitungan tertentu. Lalu, mengulangnya juga selama tujuh malam, ketika dihadapkan sebuah persoalan.


Saya sempat terkejut juga ketika doa itu berada dalam uraian mankobah ketujuh, yang membahas kebiasaan Syekh Abdul Qadir Al Jailani QS melewati malam-malam indahnya hingga datangnya subuh. Tentunya, dengan shalat, zikir, dan berdoa. Salah satunya doanya, ya seperti yang dituliskan di atas. Bahkan dalam mankobah itu juga dipaparkan karomah yang disaksikan Syekh Abu Abdillah Muhammad Al Hirowi.


Boleh percaya boleh tidak, saya juga pernah merasakan keluarbiasaan doa itu di masa dulu. Ya, ketika syahwat masih melimpah. Sekarang? Kenikamatannya berbeda. Dan saya yakin, para ikhawan sangat paham kenikmatan yang saya maksud. Subhanallah.[]

HIKMAH MANKOBAH ROBIUL AWAL 1430 HIJRIAH

"'Sesungguhnya syahwat-syahwat itu adalah (milik) hamba-hambaKu yang lemah untuk mrnunjang berbuat taat. Ada pun orang-orang yang kuat itu seharusnya tidak memiliki syahwat'".

Ilham di atas didapatkan Syekh Abdul Qadir Al Jailani QS saat menerima pundi-pundi dirham dari seseorang. Awalnya, Syekh menerima pemberian itu sebagaimana layaknya rezeki halal. Sehingga tidak perlu merasa ragu untuk menikmatinya. Tapi bagi Syekh, pesan tertulis yang ditemukan di dalam pundi itu merupakan pesan yang harus dpatuhi. Terlebih, ketika seseorang benar-benar istiqomah untuk berdekatan denganNya.

Sejak itu Syekh benar-benar hidup dalam kesederhanaan yang teramat-sangat. Beliau makan sekedarnya, tanpa memilih menu-menu penggoda air liur. Bahkan tidak terlalu kenyang. Karena, beliau khawatir melanggarkan amanah untuk menjaga syahwat atau keinginan duniawi. Jangan berpikir Syekh hidup dalam kekurangan. Karena, sesungguhnya ia hidup dalam kondisi ekonomi berkecukupan. Itulah tekad berzuhud!


Mankobah kelima di atas disampaikan dalam acara manaqiban bulan Robiul Awal kemarin. Meski tidak terlalu panjang, tapi cerita menyimpan energi dan kekuatan yang teramat dasyat untuk menjaga perjalanan para salik. Zuhud adalah maqom kesekian yang harus dijalani mukmin yang berdekatan dengan Allah SWT setelah menikmati indahnya tobat, sabar, syukur, ridha, dan ikhlas. Kalau ingin perjalanan itu mulus untuk meraih mahabbahNya, maka maqom tersebut mutlak harus dijalani secara istiqomah.[]